STT"TRUNA JAYA DHARMA UTAMA"
Jumat, 24 September 2010
Gerak Jalan 17 Agustusan tahun 2010
berhasil.....berhasil....berhasil....
Horeeeee!!!!!
itulah luapan kegembiraan kami ketika kami mengetahui kami mendapat juara II dan harapan III pada Lomba Gerak Jalan tingkat Umum tahun 2010 di Kec. Sawan.
dibalik itu masih terdapat kekecewaan pada diri kami, karena Lomba Gerak Jalan 45 km terpaksa dibubarkan karena adanya tragedi kubutambahan vs bondalem.
tapi dibalik itu semua pasti ada hikmahnya, yang jelas kami sudah berupaya semaksimal mungkin.
MERDEKA!!!!!!
GONG MEBARUNG STT TRUNA JAYA DHARMA UTAMA VS SANGGAR DHARMA SUARA NEW YORK
Puji Tuhan akhirnya Kami berhasil menyelenggarakan acara "Gong Mebarung STT Truna Jaya Dharma Utama VS Sanggar Dharma Suara New York" yang diselenggarakan tanggal 01 Juli 2010.
Suatu kebanggaan bagi Kami bisa menjamu kehadiran Sanggar tersebut.
Semoga kelak bisa menjadi pemompa semangat dan bisa berlanjut dengan sanggar-sanggar lainnya, terutama sanggar seni dari manca negara.
Tidak lupa Kami ucapkan terimakasih kepada para donatur, terutama Keluarga Bp.Gde Yunarta (Denpasar) dan Keluarga Alm.Bp.Made Suwela (Jagaraga). Semoga Tuhan memberikan balasan sesuai Dharma Bapak-bapak Donatur yang tidak bisa Kami sebutkan satu-persatu.
Sampai ketemu lagi di acara Gong Mebarung selanjutnya
Rabu, 16 Juni 2010
Mohon Restu Bp.Wakil Bupati Buleleng
Dalam rangka "MALAM PAGELARAN SENI & BUDAYA" yang akan menampilkan Gong mebarung antara STT TJDU vs Sanggar Seni Bali California - USA yang akan kami selenggarakan pada tanggal 1 Juli 2010 bertempat di Balai Masyarakat Desa Jagaraga jam 7 malam, Kami menghadap Bapak Wakil Bupati Buleleng untuk minta restu dan juga petunjuk dari beliau demi kesuksesan acara kami.
Tak lupa kami mohon restu juga kepada seluruh masyarakat Jagaraga, Masyarakat Buleleng dan pencinta serta pemerhati seni untuk kesuksesan acara kami, mengingat suatu kehormatan dan kebanggaan buat kami karena hadirnya Sanggar Seni California di Desa Jagaraga.Mengingat Jagaraga merupakan Desa asal beberapa kesenian dan Tokoh seni seperti Bp.Wandres dan Bp.Gde Manik.
Kami sebagai generasi muda penerus seni&budaya akan berupaya semaksimal mungkin melestarikan seni&budaya yang kami miliki.
Selasa, 25 Mei 2010
Ngaturang Ayah ring Piodalan Pura Dalem
Senangnya bisa ngaturang ayah ring Piodalan Pura Dalem. Kebersamaan kami sangat kami junjung tinggi.bahkan di sela-sela ngaturang ayah, masih sempat "ngerujak" bareng. Apalagi Kelian STT kami yang penuh dengan rasa humor dan selalu menyemangati kami, sehingga kami merasakan suasana kekeluargaan yang sangat erat.
Truni ring Piodalan Pura Dalem
Nah....ini dia yang paling ditunggu-tunggu pemedek.Ga mau kalah dari Truna STT, Truni STT pun maturan Suaran Gamelan dan Tari. Gamelan Slingsir dan Tabuh Tari Palawakya dibawakan dengan baik,walaupun hanya dengan persiapan yang singkat.Berkat kerja keras&semangat akhirnya Truni STT bisa menampilkan yang terbaik.Untuk Tarian yang dibawakan adalah Tari Truna jaya dan Tari Palawakya.
Truna STT ring Piodalan Pura Dalem
Puji Tuhan, dengan persiapan yang singkat kami akhirnya bisa maturan suaran gamelan ring Piodalan ring Pura Dalem. Truna STT membawakan Tabuh Kebyar Nding dan Tabuh Truna Jaya.
Terimakasih kami ucapkan atas dukungan berbagai pihak,terutama pelatih kami Bp.Made Keranca yang dengan semangatnya membina kami.
Senin, 24 Mei 2010
hunting "destar" sambil "melancaran
wah......seneng banget bisa hangout bareng temen2 STT. Tujuannya sih ke Desa Sepang sambil hunting "destar", dapet info few nya bagus&asri banget, temen2 pada pengen ikutan sambil "melancaran".
narsisssssssssssssss itulah kata yang pas buat kami, ditiap ada tempat&kesempatan selalu foto biar eksis.
pokoke puas....puas.....puas......
Jumat, 14 Mei 2010
Belajar me Gong ring Pasraman
Senang dan bangga punya anggota sekaa yang masih peduli akan warisan budaya berupa seni tabuh atau gamelan. Desa Jagaraga yang dulu terkenal dengan Tabuh Gong Kebyar dan seniman pencipta Tari Truna Jaya , Alm.Bp Gd.Manik belakangan ini sedikit tenggelam untuk seni tabuh dan tarinya. Sebagai generasi muda dan penerus seni dan budaya, kami merasa punya kewajiban untuk melestarikannya. Dibawah asuhan Bp.Md Keranca , kami pun belajar berbagai macam tabuh dari lelambatan,kebyar dan tabuh tari-tarian.
Kalau bukan kita siapa lagi yang akan melestarikan seni&budaya kita?
Kamis, 13 Mei 2010
Belajar Mejejaitan ring Pasraman
Salah satu bentuk kepedulian akan lestarinya budaya & adat kami implementasikan dalam bentuk belajar mejejaitan. Mejejaitan belakangan ini banyak ditinggalkan, kebanyakan lebih memilih membeli yang sudah jadi di pasar dengan alasan efisiensi. Kalau semua meninggalkan mejejaitan, siapa yang akan melestarikan dan meneruskannya?
Oleh karena itu kami mencoba untuk lebih mengenal dan bisa mejejaitan berbagai macam banten dan canang.
Di Hari Raya Galungan kami lebih memilih untuk menghadiri pasraman mejejaitan dibandingkan jalan-jalan seperti yang dilakukan oleh banyak orang. Setelah selesai bersembahyang ke Merajan & Pura, kami mengikuti Pasraman Mejejaitan. Kami mendapat pelajaran dan ilmu mejejaitan berbagai macam canang, membuat daksina, membuat tipat dan metanding Banten Pejatian. Hasil dari pelajaran tersebut Kami gunakan untuk Tirta Yatra, jadi Kami bisa menghaturkan Pejatian yang Kami buat sendiri dengan didampingi Penyaji/Guru yang dengan sabar membimbing Kami.
Kami pun berharap bisa membuat jejaitan dan banten yang lebih beraneka macam lagi.
Tirta Yatra
Dalam Agama Hindu ada empat jalan untuk mencapai atau menuju Tuhan yaitu yang disebut dengan Catur Marga atau disebut juga Catur Marga Yoga yang terdiri dari :
1. Jnana Yoga yakni cara mencapai atau menyatukan diri dengan Tuhan dengan mengabdikan ilmu pengetahuan untuk kebaikan orang banyak
2. Raja Yoga yakni cara mencapai atau menyatukan diri dengan Tuhan dengan melakukan brata ,tapa, yoga dan semadhi
3. Karma Yoga yakni cara mencapai atau menyatukan diri dengan Tuhan dengan melakukan perbuatan-perbuatan mulia dan bermanfaat tanpa pamrih
4. Bhakti Yoga yakni cara mencapai atau menyatukan diri dengan Tuhan dengan melakukan kebaikan dan sujud bhakti yang tulus dan terus-menerus
Walaupun ada empat cara tetapi tidak ada yang lebih tinggi maupun yang lebih rendah semuanya baik dan utama tergantung pada bakat atau kemampuan masing-masing. Jalan yang satu berhubungan erat dengan yang lainnya, semuanya akan mencapai tujuannya asal dilakukan dengan tulus ikhlas, ketekunan, kesujudan, keteguhan iman dan tanpa pamrih. Tanpa pamrih adalah melakukan perbuatan-perbuatan atas dasar kesucian dengan penuh keikhlasan demi kesejahteraan umum dengan tidak mengharapkan hasilnya untuk kepentingan diri sendiri.
Jika seseorang mempunyai perasaan yang halus dan mempunyai ketekunan dalam memuja Tuhan maka Bhakti Yoga yang patut ditempuh. Perwujudan Bhakti Yoga adalah melakukan yadnya dan pemujaan atau persembahyangana secara tekun dan terus-menerus. Salah satunya adalah melakukan tirtayatra.
Tirtayatra berasal dari bahasa Sansekerta, Tirta dan Yatra. Tirta artinya pemandian, sungai, kesucian, air, toya atau air suci, sungai yang suci. Secara kenyataan pengertian tirta mengarah ke wujud air. Sedangkan Yatra berarti perjalanan suci. Jadi Tirtayatra adalah perjalanan suci untuk mendapatkan atau memperoleh air suci.
Tirtayatra dalam bahasa sehari-hari di Bali dipahami dengan tangkil atau sembahyang ke pura-pura. Tirtayatra tertulis dalam Kitab Sarasamuscaya 279 yaitu keutamaan tirtayatra itu amat suci, lebih utama dari pensucian dengan yadnya, tirtayatra dapat dilakukan oleh orang miskin. Artinya tirtayatra tidak memandang orang dalam status apapun baik kaya atau miskin asal didasarkan melalui pelaksanaan bhakti yang tulus ikhlas, tekun, sungguh-sungguh dan nilai kesucian atau kualitas kesucian tirtayatra lebih utama daripada membuat upacara banten, walaupun upacara itu tingkatannya utama. Melakukan perjalanan suci atau matirtayatra lebih utama nilainya daripada melakukan upacara yadnya. Maka dari itu rajin-rajinlah melaksanakan tirtayatra atau menyucikan diri dengan melaksanakan sembahyang, karena sembahyang adalah tuntunan wajib bagi umat manusia, apapun agamanya, keyakinan dan kepercayaannya.
Tirtayatra sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh umat sejak dulu, sejalan dengan kemajuan dan meningkatnya kesejahteraan maka tempat suci yang dikunjungi semakin luas. Umat semakin menyadari bahwa tirtayatra adalah sebuah yadnya yang paling mudah dilakukan karena dapat dilakukan oleh siapa saja.
Perjalanan suci atau tirtayatra bukanlah perjalanan biasa untuk bersembahyang, namun didalamnya termuat pengendalian diri dan pengekangan diri. Dalam kegiatan tirtayatra terjadi suatu interaksi yang positif diantara para pelaku tirtayatra. Tirtayatra akan mendekatkan antara umat satu dengan yang umat lainnya karena dalam perjalanan akan terjadi suatu komunikasi sosial, suka duka, canda ria dan interaksi lainnya. Tirtayatra juga mendekatkan antara umat dengan tempat suci atau pura dalam pengertian si pelaku tirtayatra akan mengetahui lebih dekat dan lebih dalam mengenai situasi, lokasi, sejarah serta nilai kesucian dan kebenaran yang terkandung pada tempat suci yang dikunjungi. Tirtayatra juga mendekatkan antara manusia dengan Sang Pencipta melalui pemujaan yang dilakukan di tempat suci yang dikunjungi. Dengan adanya kedekatan-kedekatan tersebut akan semakin menambah kekaguman akan kemahakuasaan Tuhan dan meningkatkan rasa bahkti kehadapan-Nya.
Tirtayatra adalah sebuah kegiatan suci dalam rangka penyucian diri secara lahir bathin, dimana di dalamnya terkandung unsur-unsur seperti :
1. Yatra atau perjalanan suci dalam suasana pengendalian diri, upawasa(puasa), japa (melantunkan mantra tertentu), dalam hal ini adalah proses tapa sebagai sebuah proses Raja Yoga.
2. Pemujaan dengan sujud bhakti dan pemusatan pikiran (Bhakti Yoga) yang apabila dilakukan secara rutin dan tekun akan menghapus kebodohan serta akan memberikan pencerahan yang merupkan proses Jnana Yoga.
3. Parahyangan atau pura atau tempat suci sebagai tempat untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau manifestasiNya.
4. Tirta atau air suci sebagai simbul waranugraha dan pancaran sinar suci Tuhan.
5. Dana punia atau pemberian sedekah sebagai ujian atau tapa dalam melepaskan keterikatan jiwa ini dengan benda-benda duniawi.
Sehingga dengan demikian tirtayatra yang dilakukan dengan tekun dan teratur serta sungguh-sungguh dengan penuh kesetiaan, konsentrasi dan kecintaan adalah merupakan pengejawantahan dari Catur Marga. Tirtayatra adalah jalan yang sederhana namun utama. Tirtayatra adalah investasi yang sudah pasti mendapatkan kebaikan.
Tirtayatra akan meningkatkan keyakinan atau srada dari umat terhadap kebenaran dan kemahakuasaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan bertirtayatra sebenarnya manusia telah menjaga ketiga aspek keharmonisan hidup di dunia yakni Tri Hita Karana yakni aspek pawongan, palemahan dan parahyangan.
Dengan bertirtayatra mengarahkan badan dan jiwa kepada kesehatan, ketentraman, kedisplinan, kebijaksanaan, keharmonisan, kehormatan, kesucian, kebenaran dan terakhir kemanunggalan dengan Hyang Pencipta. Melalui tirtayatra manusia menuju pada penebusan dosa, pembebasan keterikatan, mencapai hidup yakni Mokshartam Jagadhita ya ca iti Dharma.
Bertirtayatra akan mendapatkan pancaran kesucian pikiran, perkataan dan perbuatan (Tri Kaya Parisudha). Dalam hal ini akan terlatih dalam pengendalian diri dalam kesucian, aura kesucian ini akan terpancar pada orang-orang yang ada di dekatnya, ataupun pada lingkungan tempat mereka tinggal.
Tirtayatra menumbuhkan kepekaan sosial, meningkatkan gairah seni dan keselarasan jiwa. Dengan cara sederhana ini kita memuja mohon restu dan anugrah kesucian. Semakin sering dan tekun dilakukan maka semakin terbuka jalan menuju penyatuan dengan Sang Hyang Sangkan Paraning Dumadi.
Ketika kelak nanti Sang Jiwa telah meninggalkan badan kasar ini maka teman sejati yang akan mengantar adalah subha dan asubha karma atau catatan tentang perbuatan baik dan perbuatan buruk yang dilakukan selama diberi kesempatan di dunia ini. Kebajikan-kebajikan spiritual yang telah diperbuat di dunia ini yang mengantar sang jiwa menuju alam yang lebih mulia dan sebaliknya kegiatan buruk akan mengantar sang jiwa menuju alam yang lebih rendah.
Dalam rangkaian perayaan Hari Raya Galungan kali ini, Kami melakukan Tirta Yatra ke Pura Penulisan, Pura Ulun Danu Batur, Pura Tirta Empul dan Pura Ulun Danu Beratan.
Kesabaran Kami pun diuji saat perjalanan pulang karena harus terjebak macet selama 4 jam lebih di kawasan Bedugul-Pancasari-Gitgit.
Puji Tuhan Kami akhirnya selamat sampai dirumah. Semoga tahun depan bisa ber Tirta Yatra kembali.
Langganan:
Postingan (Atom)