STT"TRUNA JAYA DHARMA UTAMA"

STT"TRUNA JAYA DHARMA UTAMA"

Rabu, 28 April 2010

Pawai HUT Kota Singaraja ke -406


Puji Tuhan, berkat Asung Kerta Wara Nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa akhirnya kami bisa turut serta berpartisipasi dalam Pawai Hut Kota Singaraja yang ke-406. Dengan persiapan yang singkat hanya 4 hari mulai dari membuat nada gamelan baleganjur dan tarian yang sesuai dengan irama gamelan dan tema yang dibawakan.
Adapun tema yang kami bawakan adalah "Jagra Perkasa" yang memiliki makna kewaspadaan yang harus ditingkatkan dalam kehidupan sehari hari seperti halnya disaat perang "Puputan Jagaraga" yang membutuhkan kewaspadaan untuk menghadapi segala macam taktik penjajah Belanda.
Terimakasih buat semua pihak yang telah mendukung kami( Seluruh Manggala Desa Pakraman Jagaraga,Pecalang,Bp.Km Ata (selip suwela) dan krama desa lainnya yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu. Secara jujur kami merasa sedih karena tidak ada perhatian dan dukungan moral maupun materi dari "pemimpin" kami.
Kami berharap Jagaraga kembali ke masa kejayaan di bidang seni.Kalau bukan kita sebagai generasi penerus,siapa lagi yang akan melestarikan budaya kita?Buat para pemimpin, dan Bapak-bapak mohon dukungannya demi nama Desa Jagaraga kita yang tercinta.

Agus ajus


weleh...weleh....ni truna apa truni sih?koq muanis buanget!!!!

Nah.....ini dia sosok truna yang lumayan ganteng????(katanya sih)
Lahir 15 tahun yang lalu,dengan nama lengkap Putu Agus Supatra.Umurnya sih udah lumayan, tapi tetep baby face (bukan babi face lho ya)wkwkwkwkwkwk
Truna yang satu ini piawai memainkan berbagai jenis alat gamelan, kecuali kendang dan suling.Biasanya kalau baleganjur sukanya di cengceng, tapi keseringan dapat bagian bonang, kalau di gong kebyar tempatnya di gangsa bagian nyangsih.
Sedikit info,truna yang satu ini masih jombloooooooooo,ada yang minat&mau ga?tapi khusus cewek cantik lho!!!!

Melasti



Umat Hindu melakukan Penyucian dengan melakukan upacara Melasti atau disebut juga Melis/Mekiyis. Pada hari tersebut, segala sarana persembahyangan yang ada di Pura (tempat suci) di arak ke pantai atau danau, karena laut atau danau adalah sumber air suci (tirta amerta) dan bisa menyucikan segala leteh (kotor) di dalam diri manusia dan alam.
Di Desa Pakraman Jagaraga untuk tahun ini seperti tahun tahun sebelumnya, Melasti dilaksanakan ke Segara Sangsit Dangin Yeh.
Ada yang beda di tahun ini, kami dari STT ngaturang ayah mulai dari ngogong hingga megamel baleganjur.Dimana tahun-tahun sebelumnya hanya dilakukan oleh Sekehe Gong Gede, Gong Cenik dan Truna serta Pesaren yang sudah berumur.Dilandasi dengan keikhlasan untuk ngaturang ayah, kami pun membantu mereka dengan tulus.
Jarak jauh tidak menjadi beban buat kami, yang ada hanyalah semangat "ngiringang Ratu Betara sami"

Nyepi 2010


Nyepi berasal dari kata sepi (sunyi, senyap). Hari Raya Nyepi sebenarnya merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan / kalender Saka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi, Tahun Baru Saka di Bali dimulai dengan menyepi. Tidak ada aktifitas seperti biasa. Semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti Bandar Udara Internasional pun tutup, namun tidak untuk rumah sakit.
Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk menyucikan Buwana Alit (alam manusia / microcosmos) dan Buwana Agung/macrocosmos (alam semesta). Sebelum Hari Raya Nyepi, terdapat beberapa rangkaian upacara yang dilakukan umat Hindu, khususnya di daerah Bali.
Sehari sebelum Nyepi, yaitu pada "tilem sasih kesanga" (bulan mati yang ke-9), umat Hindu melaksanakan upacara Buta Yadnya di segala tingkatan masyarakat,mulai dari masing-masing keluarga,banjar,desa,kecamatan dan seterusnya, dengan mengambil salah satu dari jenis-jenis caru (semacam sesajian) menurut kemampuannya. Buta Yadnya itu masing-masing bernama Pañca Sata (kecil), Pañca Sanak (sedang), dan Tawur Agung (besar). Tawur atau pecaruan sendiri merupakan penyucian/pemarisuda Buta Kala, dan segala leteh (kekotoran) diharapkan sirna semuanya. Caru yang dilaksanakan di rumah masing-masing terdiri dari nasi manca (lima) warna berjumlah 9 tanding/paket beserta lauk pauknya, seperti ayam brumbun (berwarna-warni) disertai tetabuhan arak/tuak. Buta Yadnya ini ditujukan kepada Sang Buta Raja, Buta Kala dan Batara Kala, dengan memohon supaya mereka tidak mengganggu umat.
Mecaru diikuti oleh upacara pengerupukan, yaitu menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh. Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Buta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar. Khusus di Bali, pengrupukan biasanya dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan Buta Kala yang diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya sama yaitu mengusir Buta Kala dari lingkungan sekitar.
Dengan persiapan dan dana yang minim,kami akhirnya berhasil membuat ogoh-ogoh di iringi dengan suara gamelan baleganjur. Melelahkan tapi menyenangkan.
Keesokannya adalah Sipeng/Hari Raya Nyepi.Pada hari ini suasana seperti mati. Tidak ada kesibukan aktifitas seperti biasa. Pada hari ini umat Hindu melaksanakan "Catur Brata" Penyepian yang terdiri dari amati geni (tiada berapi-api/tidak menggunakan dan atau menghidupkan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak mendengarkan hiburan). Serta bagi yang mampu juga melaksanakan tapa,brata,yoga dan semadhi.
Demikianlah untuk masa baru, benar-benar dimulai dengan suatu halaman baru yang putih bersih. Untuk memulai hidup dalam tahun baru Caka pun, dasar ini dipergunakan, sehingga semua yang kita lakukan berawal dari tidak ada,suci dan bersih. Tiap orang berilmu (sang wruhing tattwa jñana) melaksanakan brata (pengekangan hawa nafsu), yoga ( menghubungkan jiwa dengan paramatma (Tuhan), tapa (latihan ketahanan menderita), dan samadi (manunggal kepada Tuhan, yang tujuan akhirnya adalah kesucian lahir batin).
Semua itu menjadi keharusan bagi umat Hindu agar memiliki kesiapan batin untuk menghadapi setiap tantangan kehidupan di tahun yang baru. Kebiasaan merayakan hari raya dengan berfoya-foya, berjudi, mabuk-mabukan adalah sesuatu kebiasaan yang keliru dan mesti diubah.
Rangkaian terakhir dari perayaan Tahun Baru Saka adalah hari Ngembak Geni yang jatuh pada "pinanggal ping kalih" (tanggal 2) sasih kedasa (bulan X). Pada hari ini Tahun Baru Saka tersebut memasuki hari kedua. Umat Hindu bersilaturahmi dengan keluarga besar dan tetangga, saling maaf memaafkan (ksama) satu sama lain.
Selamat Tahun Baru Caka 1932, semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa senantiasa melindungi kita semua.

TRUNA JAYA JAGARAGA FC


Truna Jaya Jagaraga FC adalah nama team futsal yang kami miliki.Bidang olah raga adalah salah satu bidang yang kami geluti selain seni dan budaya.
"didalam tubuh yang sehat,terdapat jiwa yang sehat"
Kami pernah menjadi Juara II "MAHA SURYA FUTSAL COMPETITION 2009".Hal ini membuktikan bahwa banyak potensi yang kami miliki dan berkat latihan yang tekun dan serius hasil terbaik pasti akan kami dapatkan.
TJFC yesss!!!!

maju ayo maju terus majuuuuu......


14 Agustus 2009 adalah hari yang melelahkan.Sejumlah truna dan truni mengikuti Lomba Gerak Jalan dalam rangka memperingati Hari Proklamasi Kemerdekaan RI.Walaupun STT belum terbentuk, tetapi inilah semangat juang dan persatuan yang kami miliki sehingga dengan penuh keyakinan kami akhirnya memutuskan untuk membentuk STT sebagai wadah untuk mempersatukan truna truni di Desa Pakraman Jagaraga.

Kami pernah meraih Juara I tingkat kecamatan untuk lomba gerak jalan remaja/umum di tahun 2006.Setelah itu kami tidak pernah mengikuti lagi karena terbentur dana dan pembinaan dan kami mencoba untuk ikut kembali di tahun 2009,walaupun cuma mendapatkan juara harapan.

Semoga semangat ini tidak pernah luntur.Dengan semangat "PUPUTAN JAGARAGA" kami yakin kami bisa memberikan yang terbaik semampu kami.

Senin, 26 April 2010

Ketut Eri


Truna yang satu ini mempunyai sifat asli PEMALU, akan tetapi dibalik itu semua Ketut Eri memiliki potensi yang sangat besar dibidang seni dan budaya. Maklum lahir dari keluarga seni, jadi darah seni mengalir didalam raganya.

Trampil dalam memainkan segala jenis alat gamelan dan dipercaya oleh Penguruk/Pelatih untuk membantu melatih truna truna yang lain.

Seperti ilmu padi, makin berisi makin merunduk itulah yang kami banggakan dari sosok truna yang satu ini.

Si Kecil Cabe Rawit


Ini dia generasi penerus seni dan budaya yang kami miliki. Sangat special karena di usianya yang baru menginjak 10 tahun, Gede Eri sudah piawai memainkan berbagai jenis alat gamelan yang mungkin bagi anggota truna yang lain susah untuk dipelajari. Mulai dari Cengceng, Jegir, Gong, Pentuk, Reong, dan Kupek yang menjadi spesialisasinya dan alat gamelan yang lain kecuali suling ;-)

Kami bangga punya adik yang mau melestarikan seni dan budaya serta tetap berprestasi di sekolahnya.

Salut buat Gede Eri!!!

Tari Rejang Dewa


Tari Rejang Dewa merupakan simbol menyambut kehadiran Hyang Widhi Waca dan para dewata dari Kahyangan ke dunia. Tari Rejang ini adalah Tarian Sakral Religius jadi tidak boleh disembarang tempat, hanya dibolehkan di area suci Pura.

Leona, Leony, Eni, Sukma, Andri, Irma, Rima, Dian, Savitri, Sintya, Febri, Nopy, Tri Arsani, Fitri, Sri dan Ria adalah truni-truni yang menarikan Tari Rejang Dewa di Odalan Purnama ke Dasa

Tari Oleg Tamulilingan


Tari Oleg Tamulilingan ini berkisah tentang keindahan dari sepasang kumbang yang sedang bercengkerama diantara mekarnya bebunggan di taman nirwana. Ketika kumbang betina sedang asyik menikmati sari puspa warna dengan riangnya, datanglah kumbang jantan yang jenaka menggodanya. Mereka berkejaran kian kemari dan tak lama kemudian mereka pun memadu kasih dengan mesranya. Diciptakan oleh Bapak Ketut Mario pada tahun 1962.

Di Odalan Purnama ke Dasa tarian ini dibawakan oleh Kadek Eni dan Savitri

Tari Cendrawasih


Tari Cendrawasih ini melantunkan kelembutan serta kemesraan dari sepasang burung cendrawasih saat menghiasi alam sekelilingnya dengan tarian cinta mereka yang tersusun atas warna-warni pelangi terpendar dalam rangkuman gerak mereka yang indah bagaikan penggalan puisi para pujangga. Merupakan buah cipta Ibu Swasti Bandem, SST.

Di Piodalan Purnama ke Dasa, Kadek Andri dan Komang Sukma mewakili truni menarikan Tari Cendrawasih.

Tari Truna Jaya


The Trunajaya dance describes the emotions of a young man through love and passion. The dance movements reflect the theme of courtship and love.

Truna meaning 'single' and jaya meaning 'to win' immediately gives an understanding of the dance. Ironically, the dancer are young women who take on the role of young men. The women wear a 'destar' normally worn by men and an unusual loin-cloth called a 'kancut'. The Trunajaya is normally danced by a single female but sometimes two, dancing together in synchronous movements and to the mesmorotic sounds of the 'Gong Kebyar', a fast, rhythmic beat which goes in harmony to the dance. The dance was created by Wayan Wandres and refined by Gde Manik, from Jagaraga, Singaraja, Northern Bali.

the photo above is one of the members were dancing Truna Jaya Dance in "Odalan Purnama ke Dasa". She is Kadek Irma.

Odalan Purnama ke Dasa


Puji Tuhan, di usia kami yang baru 3 bulan, kami mencoba untuk "ngaturang ayah" di Oadalan Purnama ke Dasa.

Dengan persiapan yang singkat, kurang lebih 1 minggu kami mencoba untuk menampilkan tarian : Truna Jaya, Cendrawasih, Rejang Dewa, Pendet Kreasi dan Oleg Tambulilingan. Disamping tari-tarian kami juga megamel/megong dengan Tabuh Lelambatan yang dibawakan oleh truni, Baleganjur Truna dan juga Pependetan Sakral dan Pendet Kreasi. Semua itu bisa kami lakukan berkat kekompakan dan niat yang tulus serta keseriusan dalam berlatih.

Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada Bendesa Adat Desa Pakraman Jagaraga, Bapak Jro Nyoman Sura Dharmayasa, Pelatih tabuh Bapak Made Kranca,Bapak Krama, Bapak Buda dan anggota Sekehe Gong Gede yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.

Juga ucapan terimakasih juga kami ucapkan kepada keluarga besar Alm.Bp.Ketut Taram, Bp.Km Ata (Penyosohan Beras Suwela), Bp.Pt Aliasta beserta ibu, dan Ibu Nym Merta yang sudah memberikan dukungan berupa Dana, Pakaian dan juga Make-Up.

Kami juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada seluruh orang tua anggota STT kami yang telah memberikan dukungan moril dan kesempatan buat anak-anaknya belajar dan ngaturang ayah.

Semoga kegiatan ngaturang ayah ini bisa kami lakukan secara berkesinambungan dengan dukungan segala belah pihak yang terkait.

Minggu, 25 April 2010

Pawai HUT Kota Singaraja

Meriahnya Pawai Ogoh-ogoh di Singaraja

Dalam rangka memperingati hari jadi ke-406, Pemerintah Kota Singaraja, Buleleng, Bali, Selasa (6/4) menggelar arak-arakan patung ogoh-ogoh. Pawai budaya ini pun mengundang decak kagum para wisatawan.
Lomba Pawai Budaya Ogoh-Ogoh kali ini dirangkai dengan Hut Kota Singaraja ke 406 dan Pembukaan Pesta Kesenian Bali XXXII Tahun 2010. Tiap Kecamatan wajib menampilkan pawai yang digarap dengan memaknai kelahiran dan kehidupan sebagai sebuah mata rantai menuju keharmonisan dengan media ungkap seni pertunjukan kemudian di kemas dalam bentuk Pawai budaya. Adapun pesertaya berjumlah 14 grup diikuti oleh 9 Kecamatan, antara lain : Kecamatan Seririt, Kecamatan Gerokgak, Kecamatan Buleleng, Kecamatan Kubutambahan, Kecamatan Tejakula, Kecamatan Sawan, Kecamatan Sukasada, Kecamatan Busungbiu, Kecamatan Banjar. dan 5 partisipan, diantaranya : Marching Band SD Negeri 3,4 Banjar Jawa, Penampilan Gamelan Baleganjur & Tarian partisipan dari STT TRUNA JAYA DHARMA UTAMA Desa Jagaraga, Penampilan ogoh-ogoh partisipan dari Sampradaya Kesadaran Krisna ( SAKKHI ), Penampilan ogoh-ogoh partisipan dari IHDN Denpasar
Para penari dan pengusung ogoh-ogoh sigap membawakan ragam tarian dan tetabuhan dari lakon cerita yang diusung sesuai tema ogoh-ogohnya.Ada yang bentuknya sangat besar sehingga pantas disebut ogoh-ogoh raksasa. Bahkan, ada pula ogoh-ogoh yang bisa mengeluarkan asap.Tak mengherankan, bila banyak wisatawan terkesima dengan pawai budaya tersebut. Tujuan pawai ini memang untuk mengenalkan budaya asli Bali, sekaligus membuka mata dunia bahwa Bali tak hanya seputar Kuta dan Denpasar

Aplikasi Brata Siwaratri Dalam Kehidupan Sehari-hari


Aplikasi Brata Siwaratri Dalam Kehidupan Sehari-hari

Hari Raya Siwaratri merupakan hari raya berdasarkan atas pranata masa yang dirayakan setiap setahun sekali. Tepatnya jatuh pada Purwaning Tilem Kepitu. Hari suci Siwaratri sangat identik dengan begadang semalam suntuk serta cerita Lubdhaka yang dikarang oleh Empu Tanakung.

“Siwaratri” berasal Siwa dan Ratri.Siwaratri berarti malam Siwa. Siwa berasal dari bahasa sansekerta yang artinya baik hati, suka memaafkan, memberi harapan dan membahagiakan. Dalam hal ini kata Siwa adalah sebuah gelar terhadap menifestasi Ida Sang Hyang Widi Wasa yang diberi nama gelar kehormatan “Dewa Siwa” yang berfungsi sebagai pemralina atau pelebur. Ratri artinya malam. Malam disini maksudnya kegelapan. Jadi Siwaratri artinya malam untuk melebur kegelapan hati menuju jalan yang terang. Kegiatan ritual Siwaratri mesti dilaksanakan sesuai petunjuk sastra. Di samping itu juga tidak kalah pentingnva yakni merealisasikan makna-makna simbolis yang terkandung didalamnya ke dalam wujud/kehidupan sehari-hari.

Makna Brata Siwaratri dalam kehidupan sehari-hari.

Pada waktu pelaksanaan Brata Siwaratri sebagai lambang yang bernilai sakral bertujuan untuk melenyapkan sifat-sifat buruk. Kata “Brata” artinya janji, sumpah, pandangan, kewajiban, laku utama, keteguhan hati. Brata Siwaratri dapat disimpulkan sebagai laku utama/janji untuk berteguh hati melaksanakan ajaran Siwaratri. Brata Siwaratri tidak berhenti sampai pelaksanaan Hari Raya Siwaratri saja, melainkan perlu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa adanya aplikasi/wujud dalam kehidupan sehari-hari maka hari raya itu akan tanpa makna dan akan lewat begitu saja.
Brata Siwaratri dilaksanakan selama 36 jam. Brata ini mulai dan pukul 06.00 panglong ping 1 sampai pukul 18.00 Tileming sasih Kepitu. Brata Siwaratri terdiri dari upawasa, monobrata dan jagra.

1. Jagra (berjaga/tidak tidur/melek/ waspada)
Brata Jagra ini paling mudah dilakukan, sebab semua orang mampu untuk tidur semalam suntuk. Dalam cerita Lubdhaka jagra ini disimbolkan oleh Lubdhaka yang tidak tidur di atas pohon bila semalam suntuk. Untuk mengusir kantuknya Lubdhaka memetik daun “bila” sehingga dosanya terlebur. Jagra dalam pelaksanaan Siwaratri dapat dilakukan dengan jalan tidak tidur semalam 36 jam.
Dalam kehidupan sehari-hari makna jagra ini dapat diaplikasikan dengan cara selalu eling (waspada, ingat, berfikir, dll.) terhadap sang diri. Dalam kehidupan ini kita tidak bisa lepas dan musuh-musuh, baik itu yang berasal dari dalam diri (sad ripu, sapta timira dan Sad atatayi) maupun dari luar diri. Untuk menghadapi musuh-musuh tersebut diperlukan kewaspadaan yang relatif tinggi, sehingga kita bisa terlepas dari musuh-musuh tersebut. Kewaspadaan yang tinggi tentunya diperoleh dengan menggunakan pikiran.

Kedatangan Hari Suci Siwaratri mengajak kita untuk merenung agar selalu tetap mawas diri dan menyadari diri kita yang sejati. Sebagaimana tersurat didalam Wrehaspati Tatwa, bahwa nafsu dan keinginan tidak pernah putus didalam diri kita. Kesadaran akan lenyap bila kita hanya tidur. Orang yang selalu terbelenggu oleh tidur (turu) disebut dengan papa. Pengertian papa sangat berbeda dengan pengertian dosa. Pengertian papa dalam hal ini adalah keadaan yang selalu terbelenggu oleh raga atau indriya yang dinyatakan sebagai turu (tidur). Tidur berarti juga malas. Orang yang malas bekerja akan menimbulkan kekacauan pikiran sehingga lupa akan keberadaan dirinya sendiri. Dengan demikian pikiran merupakan sumber segala yang dilakukan oleh seseorang. Baik-buruk perbuatan manusia merupakan pencerminan dari pikiran. Bila baik dan suci pikiran seseorang maka sudah barang tentu perbuatan dan segala penampilan akan bersih dan baik. Berusaha berpikir untuk tidak menginginkan sesuatu yang tidak halal, berfikir buruk serta percaya dengan hukum karma.

2. Upawasa (tidak makan dan minum)
Upawasa dapat diartikan sebagai pengendalian diri dalam hal makan dan minum. Pada waktu Siwaratri puasa ini dilakukan dengan jalan tidak makan dan minum. Dalam kehidupan sehari-hari dapat diaplikasikan dengan cara selalu makan makanan yang bergizi yang dibutuhkan oleh jasmani maupun rohani. Disamping itu, dalam hal untuk mendapatkan makanan yang kita makan hendaknya dicari dengan usaha-usaha yang digariskan oleh dharma.

Melalui upawasa ini kita dituntut untuk selektif dalam hal makan dan minum. Makanan yang kita makan disamping untuk kebutuhan tubuh, juga nanti akan bersinergi membentuk dan merangsang pikiran, perkataan dan perbuatan. Kualitas makan akan mempengaruhi intensitas Tri Guna (sattwam, rajas dan tamas) pada manusia. Makanan yang kita makan hendaknya dimasak oleh orang yang berhati baik yang memperhatikan kesucian dan gizi dari makanan tersebut. Disamping itu juga, cara memasak makanan perlu memperhatikan tentang suci dan cemar, bersih dan kotor serta cara penyajian makanan.

Disamping makanan, minuman juga diatur oleh sastra agama. Minuman yang dilarang orang agama yaitu minuman yang banyak mengandung penyakit sehingga mempengaruhi pikiran. Minuman yang perlu dihindari yakni minuman yang menyebabkan mabuk. Orang yang sering mabuk prilakunya akan dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Setiap orang dengan anggota badannya akan berprilaku dan berbuat. Jika dilandasi dengan ajaran agama sudah barang tentu perbuatan yang dilakukan adalah perbuatan yang baik dan benar. Oleh karena itu, perbuatan yang baik dan benar tersebut dinamakan Kayika Parisudha. Setiap orang selagi masih hidup, selamanya akan berbuat dan melakukan sesuatu perbuatan (karma). Karma ini akan menentukan kehidupan seseorang. Berkarma dalam kehidupan sekarang ini berarti mempersiapkan diri untuk kehidupan yang akan datang. Orang yang sadar/eling akan berusaha dalam kehidupannya untuk berbuat yang baik berdasarkan darma. Hal ini disebabkan karena semua orang mengharapkan adanya kehidupan yang lebih baik dan lebih menyenangkan dimasa-masa yang akan datang.

3. Monobrata (berdiam diri/tidak bicara)
Monobrata ini dapat diartikan berdiam diri atau tidak mengeluarkan kata-kata. Brata ini relatif sulit untuk dilakukan. Aplikasi dalam kehidupan sehari-hari dari berata ini yakni berkata-kata atau berbicara yang dapat menyejukkan hati orang lain. Perkataan sangat perlu diperhatikan dan diteliti sebelum dikeluarkan. Karena perkataan merupakan alat yang terpenting bagi manusia, guna menyampaikan isi hati dan maksud seseorang. Dari kata-kata kita memperoleh ilmu pengetahuan, mendapat suatu hiburan, serta nasehat nasehat yang sangat berguna baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Dalam Niti Sastra V. 3 disebutkan sebagai berikut:
Wacika nimittanta manemu laksmi,
Wacika nimittanta manemu duhka,
Wacika nimittanta pati kapangguh,
Wacika nimittanta manemu mitra,
Artinya :
Karena perkataan memperoleh bahagia,
Karena perkataan menemui kesusahan,
Karena perkataan menemukan kematian
Karena perkataan memperoleh sahabat.
Kata-kata yang baik, benar dan jujur serta diucapkan dengan lemah lembut akan memberikan kenikmatan bagi pendengarnya. Dengan perkataan seseorang akan memperoleh kebahagiaan, kesusahan, teman dan kematian. Hal ini akan memberi arti yang sesungguhnya tentang kegunaan kata dan ucapan sebagai sarana komunikasi antara manusia yang satu dengan yang lainnya.

Perkataan yang baik, sopan, jujur dan benar itulah yang perlu kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Menghindari kata-kata jahat menyakitkan, kotor (ujar ahala), keras, menghardik, kasar (ujar apergas), memfitnah (ujar pisuna), bohong (ujar pisuna) dan lain-lain yang perlu dihindari dalam pergaulan. Adanya 10 (sepuluh) pengendalian diri yang dapat dilakukan dalam kehidupan yang disebut karmaphala.
Dengan demikian, hakekatnya Hari Suci Siwaratri adalah sebagai media introsfeksi diri untuk senantiasa mawas diri serta menyadari akan Sang Diri Sejati. Siwaratri bukanlah malam penebusan dosa, tetapi malam yang disediakan secara khusus untuk senantiasa mencapai kesadaran akan Sang Diri.

Persembahyangan dilakukan tiga kali, yaitu pada hari menjelang malam panglong ping 14 sasih Kapitu, pada tengah malam dan besoknya menjelang pagi.
didahului dengan melaksanakan sucilaksana (mapaheningan) pada pagi hari panglong ping 14 sasih Kapitu. Upacara dimulai pada hari menjelang malam dengan urutan sebagai berikut:
1. Maprayascita sebagai pembersihan pikiran dan batin.
2. Ngaturang banten pajati di Sanggar Surya disertai persembahyangan ke hadapan Sang Hyang Surya, mohon kesaksian- Nya.
3. Sembahyang ke hadapan leluhur yang telah sidha dewata mohon bantuan dan tuntunannya.
4. Ngaturang banten pajati ke hadapan Sang Hyang Siwa. Banten ditempatkan pada Sanggar Tutuan atau Palinggih Padma atau dapat pula pada Piasan di Pamerajan atau Sanggah. Kalau semuanya tidak ada, dapat pula diletakkan pada suatu tempat di halaman terbuka yang dipandang wajar serta diikuti sembahyang yang ditujukan kepada:
- Sang Hyang Siwa.
- Dewa Samodaya.
Setelah sembahyang dilanjutkan dengan nunas tirta pakuluh. Terakhir adalah masegeh di bawah di hadapan Sanggar Surya. Rangkaian upacara Siwarâtri, ditutup dengan melaksanakan dana punia.

Hal tersebut diatas menjadikan inspirasi bagi kami untuk mencoba mengaplikasikan secara langsung di Hari Siwa Ratri tahun ini.Kami melaksanakan serangkaian kegiatan seperti tersebut diatas,walaupun masih ada beberapa kendala&kesulitan yang kami alami.Semoga membawa kebaikan buat kita semua.

Marilah kita semua menerapkan Brata agar kita bisa menahan dan mengontrol segala pikiran, ucapan dan perbuatan kita sesuai dengan Tri Kaya Parisudha, serta jangan lupa untuk selalu berpegangan pada Tri Hita Karana dan juga Dharma.

Siwaratri merupakan perenungan diri sehingga dapat meminimalkan perbuatan dosa dalam kehidupan sehari-hari. Adalah tanpa makna jika merayakan Siwaratri justru yang diperoleh hanya kantuk dan lapar yang sangat menyiksa. Mari dalam Siwaratri dan diawal tahun 2010 mulai kembali memburu kebajikan dengan membunuh musuh-musuh dalam diri dengan memohon tuntunan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Semoga ada manfaatnya.